Utamakan Bahasa Indonesia

Oktober dikenal sebagai bulan bahasa. Tanggal 28 dalam bulan itu diperingati sebagai puncak perayaan bahasa Indonesia yang kita cintai ini. Merujuk pada sejarah, 28 Oktober diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda sekaligus penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara. Akan tetapi, dari berbagai macam seremoni tersebut apakah berbanding lurus dengan kemampuan dan kebanggaan kita menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar?

Kita masih ingat slogan “Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, kuasai bahasa asing” klausa ini sangat sering didengungkan, apalagi memasuki bulan Oktober. Seminar-seminar banyak dilaksanakan. Bincang bahasa ramai diselenggarakan. Pastinya dengan berbagai macam topik. Ada yang membahas pembakuan bahasa Indonesia. Ada yang menyoroti ketidakberdayaan bahasa Indonesia. Yang lain berbicara peluang dan tantangan bahasa Indonesia dalam era digital. Topik-topik lain pun ramai diperbincangkan. Lalu bagaimana sebenarnya memaknai slogan tersebut?

1. Utamakan bahasa Indonesia

Mengutamakan bahasa Indonesia berarti mendahulukan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia harus diposisikan paling atas lalu diikuti dengan bahasa daerah dan bahasa asing. Jangan malah sebaliknya. Tulislah “buka” lalu diikuti kata “open”  atau bahasa daerah yang digunakan pada wilayah tersebut. Tetapi, saat ini, coba tengok gedung-gedung pencakar langit di negeri ini. Dengan bangga dan angkuh mereka menggunakan nama-nama yang tidak ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Coba pandang papan-papan iklan di pinggir jalan begitu banyaknya yang menggunakan bahasa asing. Lalu di ruang mana bahasa Indonesia menjadi bahasa yang utama?

2. Lestarikan bahasa daerah

Bahasa daerah banyak menjadi bahasa ibu. Di kampung-kampung, geliat bahasa daerah masih kita rasakan. Anak-anak yang bermain menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa utama. Ibu-ibu yang sedang bergosip ria, bahasa daerah dengan lancar keluar dari bibir-bibir mereka. Bapak-bapak di warung kopi pojok jalan, asyik bercengkrama tentang apa saja dengan menggunakan bahasa daerah. Akan tetapi, coba mengarah ke perkotaan. Masuk ke perumahan-perumahan. Telusuri ruang-ruang terbuka. Bahasa daerah sangat jarang kita dengar. Ibu-ibu menyapa anaknya dengan bahasa Indonesia. Anak-anak memanggil kawannya dengan dwibahasa. Warung-warung kopi sesak dengan obrolan-obrolan dalam bahasa Indonesia.  Lalu, di ruang mana sebenarnya bahasa daerah harus dilestarikan?

3. Kuasai bahasa asing

Ingat! Kuasai. Cobalah ambil kunci motor Anda. Nyalakan, lalu dengan santai mengelilingi wilayah di sekitar tempat tinggal Anda. Banyak perumahan? Jika iya, coba telisik nama-nama perumahan tersebut. Mungkin kita akan menemukan Flower Recidence,  Murah Recidence, Under Water Home, dan nama-nama “keren” lainnya.  Apakah ini menandakan bahwa kita menguasai bahasa asing atau ternyata kita lebih mengutamakan bahasa tersebut.

Sebenarnya, dari segi peraturan, payung hukum penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi sudah lengkap. Peraturan Presiden Nomor 63 tahun 2019 yang diteken oleh Jokowi pada tanggal 30 September 2019 yang lalu, kemudian diundangkan pada hari yang sama. Perpres ini merupakan aturan lebih lanjut dari Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Mari membaca pasal 36 ayat 3. Dalam pasal tersebut tercantum bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.

Lalu apa yang harus kita lakukan?

Mari memulai dari diri sendiri. Gunakan bahasa daerah dalam komunikasi keluarga. Buat anak-anak kita paham dan menguasai bahasa daerah masing-masing. Ini salah satu upaya pelestarian yang paling nyata. Untuk pengutamaan bahasa Indonesia, gunakanlah bahasa Indonesia ketika berkomunikasi di negeri sendiri. Berkomunikasi di dunia pendidikan, pemerintahan, raung publik dan juga  tempat-tempat lainnya. Bahasa asing digunakan ketika dibutuhkan. Misalnya dalam forum yang dihadiri oleh orang asing, kegiatan yang berbasis bahasa asing, atau ruang-ruang public yang sering dikunjungi oleh orang asing. Kini saatnya, pemerintah, mulai dari pusat hingga kabupaten, harus tegas dalam menegakkan aturan. Pemerintah tidak boleh menerbitkan izin pembangunan gedung atau perumahan jika nama gedung dan perumahan tersebut tidak menggunakan bahasa Indonesia. Gedung-gedung pemerintahan serta seluruh fasilitas publik yang dimiliki oleh negara wajib menggunakan bahasa Indonesia dalam penamaan. Masyarakat mesti andil. Bahasa Indonesia harus digunakan di ruang-ruang publik, sekolah-sekolah, lembaga-lembaga negara, termasuk media sosial.

This entry was posted in UMUM and tagged . Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *